Ikan Gurami
merupakan jenis ikan tawar yang terkenal dan diminati oleh semua orang sebagai
ikan konsumsi di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Dagingnya padat, durinnya
besar-besar, rasannya enak dan gurih dan dengan kandungan gizi yang baik juga
tidak lembek. Ikan tersebut hamper tersedia di setiap restaurant untuk
dijadikan sebagai menu masakannya.
Jumlah produksi
ikan gurami di Indonesia mencapai 56.885 ton menurut Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya tahun 2011. Dengan hal ini menunjukan betapa besarnya
kapasitas Indonesia dalam mencapai swasembada ikan.
Meningkatnya harga pakan pelet
sebagai bahan pakan utama ikan gurami membuat keuntungan para peternak gurami
di Indonesia menjadi berkurang. Bahkan, hampir 80% dari biaya pengembangan
usaha gurami dikeluarkan untuk pemberian pakan itu sendiri. Hal ini tentunya
membutuhkan solusi alternatif untuk menekan pengeluaran biaya tersebut.
Selain itu, penyakit bercak merah yang menyebabkan kematian
masssal gurami pada tahun 2005, masih saja menjadi momok bagi peternak gurami.
Belum ada solusi khusus yang mampu secara kontinu diterapkan bagi gurami untuk
meningkatkan ketahanan fisiknya.
Tanaman-tanaman seperti daun sente belum mampu menjawab
permasalahan yang kini mewabahi pengembangan gurami di Indonesia. Karena itu,
dari segi ketahanan fisik, gurami juga membutuhkan alternatif.
Maggot-papaya adalah solusi bagi peternak gurami dalam pemberian
pakan dengan fokus utama dalam efisiensi biaya dan kekebalan tubuh ikan gurami
terhadap penyakit bercak merah. Maggot-papaya ini akan berjalan beriringan
dengan pertumbuhan ikan gurami.
Maggot-Papaya
Solusi Pakan Gurami Murah
Maggot-papaya berasal dari dua kata, yaitu maggot dan pepaya.
Maggot merupakan larva lalat yang dikembangbiakkan dari perpaduan ampas tahu
dengan ikan kering. Protein dari maggot ini mencapai 44%, sedangkan protein
dari pelet maksimal secara umum ialah 40%.
Maggot dibiakkan memakai media ampas tahu. Ikan kering
ditambahkan untuk menarik datangnya lalat. Perbandingan antara ampas tahu
dengan ikan kering ialah 8 : 2. Ampas tahu cenderung mudah untuk diperoleh dan
memiliki kisaran harga Rp 200-500 per kg. Harga ikan rucah kering sekitar Rp
1.000 per kg. Jadi, jika diambil kisaran harga maksimal, maka dibutuhkan biaya
sebesar Rp 600 untuk menghasilkan 1 kg media maggot.
Sebelum dipakai, media perlu difermentasi selama 3-4 minggu.
Setelah itu, lalat akan datang dan bertelur. Maggot dipanen setelah sepekan.
Dari 1 kg media, dapat dihasilkan 180 g maggot. Jadi, untuk memperoleh maggot
sebanyak 1 kg, dibutuhkan media sebanyak 5,56 kg. Maka, untuk pembuatan maggot
sebanyak 1 kg diperlukan biaya sebesar Rp 3.336, atau dapat menekan biaya
sebesar 48 % dari biaya penggunaan pelet.
Pepaya merupakan tanaman asli tropis dan sub tropis Amerika dan
sekarang menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, pepaya
dapat tumbuh pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, pada daerah lembab
dan pada daerah dengan suhu 22-26 ºC dengan curah hujan sekitar 1.000 – 2.000
mm/tahun dan pH tanah 6-7. Oleh karena itu, maka maggot-papaya baik untuk
diterapkan di Indonesia. Hampir seluruh kawasan di Indonesia memiliki curah
hujan yang sangat besar, bahkan mencapai 2000 mm/tahun.
Bagian dari tanaman pepaya yang dimanfaatkan dalam hal ini ialah
daunnya. Daun pepaya merupakan salah satu bahan obat-obatan alami yang berasal
dari tumbuhan yang diketahui mengandung zat antibakteri seperti senyawa
tocophenol, alkaloid carpain, flavonoid dan lain-lain.
Zat yang dikandung daun pepaya ini mampu mengatasi penyakit
bercak merah yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila. Daun pepaya
mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, tocophenol, pseudo-karpaina,
glikosid, karposid, saponin, sakarosa, dektrosa, levulosa, dan flavonoid.
Dari sekian banyak senyawa dan zat aktif pada daun papaya, yang
bersifat larut dalam etanol 70% dan air yaitu alkaloid, tocophenol, dan
flavonoid. Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.
Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis
(terlarutnya) sel bakteri. Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga
memiliki hubungan dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan
bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas
zat ini. Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang
larut dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan.
Saat berumur 3,5 bulan, daun pepaya sudah dapat diambil. Hal ini
sejalan dengan pertumbuhan gurami yang sudah berukuran 3-5 cm. Ukuran daun
pepaya mencapai setengah dari ukuran daun sente. Selembar daun sente umumnya
mencukupi untuk 100 ekor gurami. Jadi, selembar daun pepaya diperkirakan dapat
mencukupi konsumsi 50 ekor gurami.
Maka, untuk ukuran kolam sebesar 6×20 meter persegi (berisi 1200
ekor gurami), diperlukan daun pepaya sebanyak 24 lembar. Hal ini tentunya tidak
memerlukan banyak pohon, hanya berkisar 12 pohon pepaya dengan pengambilan 2
lembar daun dari tiap pohonnya. Jarak tanam pepaya yang ideal ialah 2,75 m.
Jadi, panjang dari pematang kolam yang dibutuhkan ialah 33 m. Panjang keliling
kolam sebesar 6×20 meter persegi ialah 52 m. Artinya, penanaman pepaya di
pematang kolam mencukupi untuk pemberian pakan gurami yang ada di dalamnya.
Dengan
pertimbangan-pertimbangan di atas, kemungkinan peningkatan produksi gurami di
Indonesia sangat dimungkinkan. Selain ditinjau dari sisi penekanan biaya
pemberian pakan, metode maggot-papaya juga menjanjikan terhindarnya ikan gurami
dari penyakit bercak merah yang telah menjadi momok bagi peternak gurami di
Indonesia. (Sumber
: Eko Riyandi Ginting/Mahasiswa Semester 6 Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Pertanian Bogor, budidaya ikan)